Sejak zaman Soekarno berkuasa hingga sekarang, masyarakat Indonesia meyakini bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukanlah negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila. Padahal, di dalam konstitusi Indonesia, tidak pernah ada kata "Pancasila" yang disebutkan baik pada pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945. Tetapi justru sebaliknya, kalimat-kalimat dalam konstitusi Indonesia malah menyatakan bahwa Indonesia harus berdasarkan atas ketauhidan.
Pernyataan bahwa bangsa Indonesia tidak berdasarkan atas Pancasila tetapi berdasarkan atas Tauhid ditegaskan pada Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Coba perhatikan dengan seksama, sama sekali tidak ada kata Pancasila pada kalimat tersebut. Jadi jelaslah bahwa makna seperti itu adalah makna yang salah alias sesat. Makna yang benar adalah bangsa Indonesia mengakui bahwa Tuhan itu hanya ada satu, yakni Allah SWT. Karena Tuhan hanya ada satu, maka aturan dan hukum yang berlaku juga hanya ada satu, yakni hukum yang dibuat oleh Allah SWT, yakni Syariat Islam. Oleh karena itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap penegakkan Syariat Islam.
Salah satu unsur ibadah bagi umat Islam adalah menegakkan hukum atau Syariat Islam dimana pun mereka berada. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus menghormati umat Islam yang berjuang menegakkan Syariat Islam. Kalau pemerintah menghalang-halangi, menghambat, atau bahkan menghentikan gerakan umat Islam yang berjuang menegakkan Syariat Islam, itu berarti pemerintah telah keluar dari pakem sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan melanggar konstitusinya sendiri Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Pokok-pokok yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia tunduk kepada kekuasaan Allah SWT tidak saja dapat tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tetapi dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis konstitusional ini mewajibkan pemerintah/aparat negara untuk menegakkan akidah yang lurus serta memegang teguh Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup. Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa Indonesia untuk menuju pada apa yang benar, baik, dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moral bagi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas negara, seperti memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya (Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945). Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis konstitusional ini membawa konsekuensi pemerintah untuk wajib memberi kesempatan kepada umat Islam untuk menegakkan Syariat Islam, wajib memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penegakkan Syariat Islam, melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama, serta melarang kebebasan yang berlebihan dalam meninggalkan ajaran agama.
Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Agama dan negara merupakan satu sistem sebagaimana satunya jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan negara, sehingga dapat mencapai kehidupan dunia dan akhirat yang baik. Semakin kuat keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran tanggung jawab kepada Allah SWT, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Dengan demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa bentuk-bentuk pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang benar adalah:
- Kita percaya, taqwa, dan benar-benar taat hanya kepada Allah SWT saja, tidak kepada yang lain.
- Karena kita taqwa, maka kita harus rela dan ikhlas konstitusi kita disesuaikan dengan kehendak Allah SWT sebagaimana yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
- Kita harus membina aqidah umat Islam agar mendukung konstitusi yang disusun berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
- Kita harus meningkatkan kerja sama dalam mendakwahkan tauhid.
- Kita mengakui bahwa semua manusia Indonesia wajib taat dengan hukum yang dibuat oleh Allah SWT.
- Kita mengakui tiap warga negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, jadi umat Islam bebas dan berhak untuk menegakkan Syariat Islam di Indonesia.
- Kita tidak mengakui ajaran agama lain untuk dijadikan dasar negara dan landasan hukum, karena agama selain Islam tidak memiliki aturan main yang mengatur negara.
- Kita membiarkan tempat ibadah agama lain berdiri di Indonesia dan membiarkan umat beragama lain untuk tetap menjalani kehidupan seperti biasa karena umat beragama selain Islam tetap dilindungi nyawa dan keselamatan hidupnya kecuali jika mereka dengan nyata memerangi Islam.
Soekarno sebagai kreator Pancasila sudah wafat. Jika kita ganti ideologi Pancasila dengan Islam, jelas dia tidak akan bisa protes dan berkomentar apa pun. Yang akan sangat sewot dengan penggantian ideologi dari Pancasila ke Islam hanyalah orang-orang kafir (ahlul kitab dan musyrikin) dan munafik (orang yang mengaku sebagai pemeluk agama Islam tetapi menentang Syariat Islam). Jika seluruh umat Islam di Indonesia memiliki pemahaman yang sama seperti ini, masihkah Pancasila itu sakti?