Agama Dijadikan Ideologi?

“Islam itu kan cuma agama, Islam bukan ideologi. Islam itu kan cuma buat ngatur orang beribadah, jadi negara ga perlu diatur pake Islam. Indonesia kan ideologinya pancasila, kalo mau negara berdasarkan Islam ke Arab aja sono. Aceh noh liat, so gaya pake syariat islam, tetep aja ga beres..” 

Pernah mendengar kalimat-kalimat tersebut di atas terlontar dari mulut orang banyak? Atau malah sering mendengar kalimat-kalimat seperti itu? 


Adalah wajar banyak orang yang berbicara seperti itu, karena mereka belum memahami Islam secara kaffah. Wajar mereka berpikir seperti itu karena mereka belum memahami Al-Quran dan Hadist. Adalah tugas kita yang sudah memahami Al-Quran dan Hadist untuk mendakwahkan Islam yang kaffah, mengajak mereka memahami Al-Quran bukan hanya sekedar membacanya atau memajangnya di lemari ruang tamu, membimbing mereka ke jalan yang benar, menjauhkan mereka dari jalan sesat yang selama ini mereka tempuh. 

Tidak perlu saling menyalahkan siapa yang telah membawa bangsa Indonesia menempuh jalan sesat sekulerisme. Yang penting sekarang adalah mulai bertindak mengajak kembali masyarakat ke jalan yang benar, yakni Islam. Islam itu bukan cuma soal sholat, puasa, zakat, dan haji, tetapi inti ajaran Islam adalah tauhid, yakni menomorsatukan Allah SWT di atas segalanya. Itulah inti kalimat Laa ilaaha illallah. Termasuk menomorsatukan ideologi yang telah Allah SWT tetapkan bagi seluruh umat manusia. 

Bagi para intelektual yang anti dengan ideologi Islam, mereka mungkin berpendapat seperti ini: 

“Nanti, kalau Islam dijadikan ideologi dan konstitusi di Indonesia, pasti akan terjadi konflik dengan umat beragama lain, pasti terjadi chaos atau kekacauan, Indonesia pasti hancur…”

Pernyataan seperti itu adalah hasil akal atau buah pikiran mereka yang picik, sempit, dan konvensional. Padahal yang akan terjadi justru sebaliknya, negara (bahkan dunia) akan aman, tenteram, dan sejahtera. Kekacauan atau chaos yang mereka khawatirkan itu hanya akan terjadi dalam waktu singkat saja, yakni ketika proses revolusi dan peralihan ideologi itu berlangsung. Sisanya, rakyat akan hidup sejahtera dunia dan akhirat. 

Secara teori, Pancasila memang bukan agama, tetapi pada kenyataannya, Pancasila itu tanpa disadari sudah menjadi agama. Contoh, coba tanyakan kepada beberapa orang di depan anda. Maukah anda mengganti Pancasila dengan Islam sebagai ideologi negara? Pasti jawabannya begini: “Ouw, Ga bisa, ideologi Indonesia adalah Pancasila, Pancasila dan NKRI adalah harga mati.” Nah loh, tu dia bukti bahwa Pancasila itu sudah diagamakan tanpa sadar oleh masyarakat kita. Itulah yang dimaksud dengan pemikiran sesat. Padahal yang sebenarnya menjadi harga mati, harus diperjuangkan dan dipertahankan mati-matian, adalah kalimat tauhid “Tidak ada illah selain Allah, tidak ada ideologi selain Islam”, bukan Pancasila dan NKRI. 

Jawaban yang benar seharusnya, sekarang ideologi Indonesia memang Pancasila, tapi, kalau suatu saat nanti lebih dari 90% penduduk Indonesia menginginkan Islam sebagai ideologi negara Indonesia ya bisa saja kita ganti Pancasila dengan Islam sebagai ideologi. Bagi Anda yang masih ngotot luar biasa dengan Pancasila, segeralah bertobat, Pancasila itu tidak akan menyelamatkan Anda di dunia dan akhirat. Hanya Allah sajalah yang mampu menyelamatkan anda dari siksa azab neraka. 

Islam, sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia sekarang sedang menjadi bahan perdebatan yang menarik. Setelah beberapa tokoh dan organisasi gerakan Islam menyebutkan bahwa Islam bukan cuma sekedar agama tapi juga merupakan sebuah ideologi. Seandainya perdebatan tersebut cuma seputar istilah dan bahasa tentu tidak akan terlalu bermasalah dan juga tidak terlalu penting untuk didiskusikan. Namun, perbedaan cara pandang terhadap Islam tersebut pasti akan melahirkan konsekuensi baik bagi yang menyatakan Islam adalah sebuah ideologi atau Islam hanyalah sebuah agama. 

Istilah “ideologi” merupakan terminologi baru dalam khazanah keislaman. Ideologi atau dalam bahasa Arabnya disebut idiyuluji atau mabda’ seperti halnya beberapa istilah lain seperti aqidah, dharibah (pajak), dustur (UUD) dan qanun (UU) merupakan istilah serapan yang akhirnya diadopsi oleh kaum muslimin karena mengandung makna yang tepat terhadap berbagai khazanah Islam yang ada. 

Ideologi atau mabda’ merupakan pemikiran paling mendasar yang tidak dibangun dari pemikiran yang lain. Pemikiran seperti ini hanya ada pada pemikiran yang menyeluruh tentang alam, manusia, kehidupan, serta apa yang ada sebelum dan sesudahnya, juga hubungan antara ketiga unsur tersebut dengan apa yang ada sebelum dan sesudahnya (Muhammad Muhammad Ismail, Al-Fikr Al-Islamy, hal: 9-10). Ideologi juga didefinisikan sebagai aqidah aqliyah (aqidah yang lahir dari sebuah proses berpikir/aqidah yang rasional) yang melahirkan nizham (peraturan). 

Aqidah Islam kita yakini sebagai sebuah pemikiran mendasar yang lahir dari sebuah proses berpikir. Aqidah Islam mengajarkan bahwa yang ada sebelum kehidupan ini adalah Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Sesudah kehidupan dunia ini akan ada hari kiamat, surga, dan neraka. Setiap aktivitas kita di dunia ini akan dihisab oleh Allah SWT di padang mahsyar kelak. Keyakinan terhadap aqidah Islam akan melahirkan keterikatan terhadap berbagai aturan syariat Islam. Karena syariat yang lahir dari aqidah Islam itulah yang akan menjadi standar oleh Allah untuk meminta pertanggungjawaban seluruh manusia pada saat mereka menjalani kehidupan dunia di akhirat kelak. Dari penjelasan ini, sangat jelas bahwa Islam sesuai dengan definisi ideologi dan wajarlah Islam disebut sebagai sebuah ideologi. 

Munculnya istilah ideologi, khususnya istilah Ideologi Islam atau Islam sebagai ideologi merupakan hal yang wajar sebagai respon kontra terhadap pendistorsian makna agama atau dien. Makna dien dalam khazanah bahasa Arab diartikan sebagai nizham al-hayah (sistem kehidupan) sesuai dengan firman Allah SWT: 

“Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku untuk kamu, serta Aku ridhai Islam sebagai agama / ideologi kamu”. (Al-Maidah: 3) 

“Dan Kami turunkan kepada kamu Kitab ini untuk menerangkan semua perkara.” (An-Nahl: 89) 

Realitas saat ini, agama masih dimaknai dengan makna yang sempit hanya sebagai ajaran ritual yang tak punya aturan tentang kehidupan dunia. Agama tak boleh diberi ruang untuk mengatur kehidupan dunia. Pandangan seperti ini bukanlah pandangan yang bebas nilai. Pandangan ini lahir dari aqidah sekulerisme yang bertujuan memisahkan agama dengan kehidupan. Dan berdasarkan fakta historis, sekulerisme lahir sebagai reaksi atas kekuasaan kaum gerejawan di Eropa yang membuat bangsa Eropa Kristen terpuruk dan lemah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Fakta kelemahan Kristen dalam mengatur kehidupan dunia kemudian dipaksakan ke semua agama termasuk Islam. Hal ini terlihat dari pernyataan tokoh Liberal seperti Abdul Moqsith Ghazali bahwa Islam bukanlah sebuah sistem. Islam lebih merupakan kerangka etik moral yang bukan merupakan sistem, karena sistem itu harus dibentuk oleh manusia bukan Islam. 

Ketika satu agama tak mampu mengatur masalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara, lalu hal ini digeneralisir ke semua agama, termasuk Islam. Pernyataan tersebut tentulah sesuatu yang ahistoris. Ketika bangsa Eropa Kristen berada dalam masa kegelapan (dark age), umat Islam malah telah sangat maju di bidang sains dan teknologi dengan hanya menjadikan Islam sebagai aturan bagi kehidupan mereka. Ini yang sering luput dari pengamatan kita. 

Ketika istilah agama didistorsi sedemikian rupa, wajar kalau umat Islam mengambil istilah ideologi yang lebih sesuai dengan makna Islam yang sebenarnya. Islam yang didefinisikan sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan dirinya, dan dengan sesamanya (Hafidz Abdurrahman, Islam Politk dan Spiritual, hal: 1) sangat tepat dimasukkan sebagai sebuah ideologi karena berasal dari sebuah pemikiran mendasar yang rasional yaitu aqidah Islam dan memiliki peraturan dalam semua aspek kehidupan. 

Islam ketika dimaknai sebagai sebuah ideologi tentu akan berbeda dengan Islam yang hanya dimaknai sebagai agama ritual belaka. Ideologi Islam, seperti ideologi-ideologi yang lain akan berusaha melahirkan sebuah peradaban yang berasal dari ideologi tersebut. Sebuah ideologi juga tentu akan berusaha untuk mewujudkan sebuah negara yang akan menerapkan ideologi tersebut. 

Ketika seseorang telah menginternalisasikan sebuah ideologi dalam dirinya, ia tidak akan mampu untuk menyimpannya. Bahkan Ideologi itu akan mendorong para penganutnya untuk mendakwahkannya. Kegiatan mereka akan senantiasa mengikuti ideologi itu, yakni berjalan sesuai dengan manhaj-nya, dan terikat dengan batasannya. Keberadaan mereka pun akhirnya didedikasikan hanya demi ideologi, demi dakwah kepada ideologi itu, dan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkannya. Dakwah ini bertujuan agar manusia meyakini ideologi itu saja –bukan ideologi yang lain– dan bertujuan mewujudkan kesadaran umum terhadap ideologi tersebut. 

Pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa hanya Islam sajalah ideologi terbaik di dunia bila dibandingkan dengan ideologi-ideologi lain. Meski sebagian akademisi menganggap bahwa ideologi dunia dapat dikelompokkan ke dalam tiga besar, yakni Islam, kapitalisme, dan sosialisme, namun Islam tetaplah yang terbaik. Sejarah sudah mencatatnya.
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com