Soal rokok, terlalu banyak orang yang mengaku beragama Islam tapi ngeeeeyel, keras kepala luar biasa, memaksakan kehendaknya menyatakan bahwa rokok itu halal. Sebenarnya, mereka maksa bilang bahwa rokok itu halal karena memang mereka perokok berat, ga bisa ngilangin nafsu merokoknya, jadilah mereka para pembela Thoghut Sembilan Senti Berkepala Api. Bagi para perokok, tanpa mereka sadari, rokok sudah menjadi illah, sesembahan, dan sesembahan mereka itu jelas bukan Allah Ta’ala, tapi berhala bernama rokok. Coba aja minta seorang perokok di dekat anda atau teman atau keluarga anda yang perokok berat untuk berhenti merokok, pasti dia ga akan mau, malah kita yang dibilang reseh, ngurusin urusan orang. Itu bukti, bahwa mereka mempertahankan rokok sebagai harga mati, rokok sudah jadi illah mereka, meskipun secara fisik mereka tidak sujud tersungkur di hadapan rokok.
Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang terkait dengan masalah haramnya rokok. Begitu pula dengan As-Sunnah, ada beberapa hadits shahih yang juga memiliki korelasi dengan perihal haramnya rokok.
“... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, ...” (TQS. Al-Baqarah [2] : 195)
“...Dan janganlah kamu membunuh dirimu...” (TQS. An-Nisaa [4] : 29)
Coba kita perhatikan kedua ayat di atas. Kedua ayat tersebut menggunakan bentuk kata pengingkaran atau larangan (sighat lin nahyi wa lin nafyi) yang bermakna jauhilah perbuatan merusak diri atau mengarah pada bunuh diri. Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa hukum asal dari sebuah larangan adalah haram (al ashlu fi an nahyi lil haram). Seperti kalimat “wa laa taqrabuz zinaa” (jangan kalian dekati zina), artinya mendekati saja haram apa lagi melakukannya. Maksudnya, ada dua yang diharamkan dalam ayat tentang zina, yakni (1) berzina, dan (2) perilaku atau sarana menuju perzinahan. Hal ini sesuai kaidah ushul fiqh, sesuatu yang membawa kepada yang haram, maka hal itu juga haram (ma ada ilal haram fa huwa haram). Begitu pula ayat ‘Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri’, artinya, yang haram yaitu (1) bunuh diri, dan (2) perilaku atau sarana apa pun yang bisa mematikan diri sendiri.
Imam Asy Syaukani berkata dalam kitab tafsirnya, Fathul Qadir, tentang maksud ayat An-Nisaa (29) di atas: Artinya: “Maksud firman-Nya ‘Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri’ adalah wahai muslimun, janganlah kalian saling membunuh satu sama lain, kecuali karena ada sebab yang ditetapkan oleh syariat, atau janganlah bunuh diri kalian dengan perbuatan keji dan maksiat, atau yang dimaksud ayat ini adalah larangan membunuh diri sendiri secara hakiki (sebenarnya). Tidak terlarang membawa maksud ayat ini kepada makna-makna yang lebih umum. Dalilnya adalah Amr bin al Ash berhujjah (berdalil) dengan ayat tersebut, ketika ia tidak mandi wajib (mandi junub) dengan air dingin pada saat perang Dzatul Salasil. Namun, Nabi shaliallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan (tanda setuju) hujjah (alasan) yang yang dipakai olehnya. Penjelasan ini ada dalam Musnad Ahmad, Sunan Abu daud, dan lain-lain.”
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (TQS. Al-Isra’ [17] : 27)
Hobi merokok adalah tindakan pemborosan (tabdzir) dan penyia-nyiaan terhadap harta. Para perokok tidak mendapatkan apa-apa dari rokok kecuali ketenangan sesaat, bahaya penyakit yang mengancam jiwa, dan terbuangnya uang secara sia-sia. Bahkan, Allah Ta’ala menyebut mereka sebagai saudaranya setan. Imam Asy Syaukany berpendapat dalam kitab Fathul Qadir tentang tafsir ayat ini: “… Bahwa orang yang berbuat mubadzir (pemboros) diumpamakan seperti setan, dan setiap yang diumpamakan dengan setan maka baginya dihukumi sebagai setan, dan setiap setan adalah ingkar (terhadap Allah), maka orang yang mubadzir adalah orang yang ingkar.” Maka, haramnya rokok adalah sesuai dengan tujuan syariat (muwafaqah bil maqashid asy syari’ah) yang menghendaki terjaganya lima hal asasi (mendasar), yaitu agama, nyawa, harta, akal, dan keturunan.
Allah Ta’ala juga menyebut tentang ciri-ciri orang yang beriman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (TQS. Al Mu’minun [23] : 8) Kesehatan adalah anugerah dari Allah yang harus dijaga, amanah dari Allah Ta’ala yang tidak boleh dikhianati. Dalam hadits disebutkan, “Laa Imanan liman laa amanata lahu (tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah). Seharusnya, seorang muslim yang baik berhati-hati dengan perkara amanah ini, sebab akan menjatuhkan seorang muslim dalam kategori kemunafikan jika tidak memelihara amanah.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Yaitu jika diberi amanah ia tidak mengkhianatinya, bahkan ia menunaikannya kepada pihak yang memberinya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Jilid 3, hal. 239) Itulah orang yang beriman, ia menjaga amanah. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak menjaga amanah?
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR. Bukhari dan Muslim, Lihat Imam an Nawawi, Riyadhus Shalihin, Bab al Amr bi Ada’I al Amanah, hal. 77, Hadits No.199, dan juga Bab al Wafa’ bil ‘Ahdi wa Injaz bil Wa’di, hal. 201, hadits No.687. Maktabatul Iman, Manshurah. Lihat juga kitabnya Syaikh Fuad Abdul Baqi, Al Lu’Lu’ wal Marjan, Bab Bayan Khishal al Munafiq, hadits No.38. Darul Fikr, Beirut. Lihat juga Imam Ibnu Hajar al Asqalany, Bulughul Maram, Bab at Tarhib min Masawi al Akhlaq, hal. 279, hadits No.1296. Cet. 1, Darul Kutub al Islamiyah, 1425H/2004M) Itulah dalil-dalil dalam Al-Qur’an yang sangat tegas dan jelas tentang larangan merusak diri sendiri, berbuat mubadzir, dan mengkhianati amanah kesehatan. Semua hal yang buruk tersebut ada dalam aktifitas merokok.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Imam At Tirmidzi, ia berkata ‘hasan’. Bulughul Maram, Bab Az Zuhd wal Wara’, hal. 277, hadits no. 1287. Darul Kutub al Islamiyah)
Tanda baiknya kualitas Islam seseorang adalah ia meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat. Rokok tidak membawa manfaat apa-apa, kecuali ancaman bagi kesehatan, ancaman bagi jiwa, dan bentuk pemborosan. Ketenangan dan konsentrasi yang didapat setelah merokok hanya sugesti saja, tanpa rokok pun ketenangan dan konsentrasi bisa didapat.
Dari Abu Shirmah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memudharatkan (merusak) seorang muslim yang lain, maka Allah akan memudharatkannya, barang siapa yang menyulitkan orang lain maka Allah akan menyulitkan orang itu.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, lihat Bulughul Maram, hal. 282, hadits No.1311)
Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tapi ikut menghirup asap rokok tanpa disadari karena berada di dekat perokok. Perokok pasif mendapatkan dampak yang lebih berbahaya daripada perokok aktif, sebab selain mendapatkan racun dari asap rokok, perokok pasif juga mendapat racun dari udara yang ditiupkan si perokok aktif yang telah bercampur dengan asapnya. Inilah kerusakan (mudharat) yang telah dibuat oleh para perokok aktif kepada orang lain. Jelas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amat melarang perbuatan zhalim tersebut.
Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla mengatakan, “Maka barangsiapa yang menimbulkan mudharat pada dirinya sendiri dan pada orang lain berarti ia tidak berbuat baik, dan barangsiapa yang tidak berbuat baik berarti menentang perintah Allah untuk berbuat baik dalam segala sesuatu.” (Al Muhalla, Jilid 7, hal. 504-505)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia telah menjadi bagian dari kaum itu.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Hibban menshahihkannya. Bulughul Maram, hal 277, hadits no. 1283. Hadits ini juga dishahihkan para Ahli Hadits seperti Syaikh Syu’aib al Arnauth, Syaikh al Albany, dan Syaikh Ahmad Syakir rahimahumullah)
Dalam sejarahnya, rokok pertama kali dilakukan oleh suku Indian ketika sedang ritual penyembahan dewa-dewa mereka. Para perokok zaman sekarang tentu tidak bermaksud seperti suku Indian tersebut, menyembah dewa-dewa, tetapi perilaku yang nampak dari mereka merupakan bentuk penyerupaan dengan orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) yang sangat diharamkan Islam.
Fiqih Islam menilai seseorang dari yang terlihat (nampak), sementara hati atau maksud orangnya, diserahkan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (TQS. Al-Isra’ [17] : 36)
Pada tulisan berikutnya akan kita bahas hukum haram merokok dari sisi kaidah fiqih-nya (qawaid al fiqhiyyah).
Bersambung....