Hukum Riba dalam Koperasi Simpan Pinjam
Apa itu SHU?
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun kitab dikurang menggunakan biaya , penyusutan, serta kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
Adapun perlakuan terhadap SHU merupakan sisa hasil usaha sehabis dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding menggunakan jasa perjuangan yg dilakukan oleh masing-masing anggota menggunakan koperasi, serta digunakan buat pendidikan perkoperasian serta keperluan lain asal koperasi, sesuai dengan keputusan rapat anggota.
SHU asal Simpan Pinjam
yang kita kritisi artinya sisa yang akan terjadi usaha dari simpan pinjam.
Jika anggota atau pihak lain yang mengajukan pinjaman di koperasi, kemudian dikenai tambahan dari utang tadi, ini hakekatnya artinya riba. Sebab kaedah yg perlu kita jangan lupa, setiap utang piutang yang ditarik laba, maka itu merupakan riba. Serta riba dihukumi haram.
Dalam hadits disebutkan,
كل قرض جر منفعة فهو حرام
“Setiap utang piutang yang pada dalamnya terdapat keuntungan, maka itu dihukumi haram.” Hadits ini ialah hadits dho’if sebagaimana Syaikh Al Albani menyebut dalam Dho’iful Jami’ no. 4244. Tetapi berdasarkan kata setuju para ulama -sebagaimana disebutkan sang Ibnu Mundzir-, perkataan pada atas sahih adanya.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
“Setiap utang yg dipersyaratkan ada tambahan, maka itu merupakan haram. Hal ini tanpa diperselisihkan sang para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)
kemudian Ibnu Qudamah membawakan perkataan berikut ini,
“Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama putusan bulat bahwa Bila orang yang menyampaikan pinjaman memberikan kondisi kepada yg meminjam agar menyampaikan tambahan atau hadiah, kemudian transaksinya terjadi demikian, maka tambahan tadi artinya riba.”
Diriwayatkan asal Ubay bin Ka’ab, berasal Ibnu ‘Abbas serta Ibnu ‘Abbas bahwasanya mereka melarang dari utang piutang yang ditarik laba sebab utang piutang artinya bersifat sosial serta ingin cari pahala. Bila pada dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka telah keluar berasal konteks tujuannya. Tambahan tersebut bisa jadi tambahan dana atau manfaat.” Lihat Al Mughni, 6: 436.
Jadi walaupun dinamakan residu akibat perjuangan, tetapi kalau hakikatnya artinya riba, maka hukumnya kentara haram.
Perhatikan Hakekat
seseorang muslim wajib cerdas melihat hakikat suatu transaksi, yaitu apa yg sebenarnya terjadi, bukan hanya melihat istilah atau nama. Karena kata dan embel-embel syar’i kadang menipu. Dikatakan bagi yang akan terjadi atau residu yang akan terjadi usaha, tetapi kalau ditilik, yg nyata itu merupakan riba. Sebab di dalamnya yang terjadi artinya utang-piutang (bukan jual beli) serta ditarik laba. Itulah riba.
Adapun Jika pendapatan koperasi bercampur antara hasil perjuangan riil dengan simpan pinjam, maka pendapat seperti itu wajib dipisahkan. Yg haram tadi mesti dibersihkan menggunakan disalurkan pada kemaslahatan kaum muslimin, bukan dimanfaatkan sang anggota secara pribadi. Tentu saja SHU mirip itu mesti dihapus dan hendaklah semakin bertakwa di Allah menggunakan meninggalkan yg haram.
Ancaman Bagi Para Rentenir
Jika koperasi menarik keuntungan berasal simpan pinjam, maka hakekatnya koperasi hanyalah menjadi rentenir, namun berkedok perjuangan resmi. Rentenir ini terkena ancaman laknat dalam hadits,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yg meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) serta dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” kata beliau, “Semuanya sama pada dosa.” (HR. Muslim no. 1598).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “pada hadits pada atas mampu disimpulkan mengenai haramnya saling menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 23)